Malu ≠ Introvert?

Suatu waktu mungkin kita pernah bertemu dengan orang yang sedikit sekali bicara ketika kita ajak bicara, bahkan untuk topik yang umum sekalipun atau hal yang disenangi. Misalnya menanyakan apa yang menjadi hobi atau barang koleksinya, orang tersebut hanya menjawab sepatah kata saja, misalnya membaca. Padahal untuk orang yang lainnya, saat diajak membicarakan hal yang disenangi, mungkin Dia akan sangat bersemangat sekali menceritakan kepada orang tersebut topik yang menjadi kesenangannya. Kita sebagai lawan bicara mungkin akan merasa lebih nyaman untuk bercerita kepada orang kedua daripada pertama, karena jenis komunikasi yang kita harapkan tidak ditangkap baik oleh lawan bicara kita, dan menganggap orang itu tidak berminat dengan apa yang kita bicarakan. tapi sebaiknya jangan berprasangka dulu dengan orang pertama, kadang bukan karena Dia tidak berminat atau bermaksud untuk sombong, tapi mungkin karena Dia adalah sosok yang “Pemalu”

Rasa malu dapat di definisikan sebagai kecanggungan atau kekhawatiran yang dirasakan seseorang oleh beberapa orang ketika mendekati atau didekati orang lain. Atau ketakutan akan penilaian negatif dari orang lain. Tidak seperti introvert, yang merasa lebih bersemangat dikala sendirian, orang pemalu ini seringkali sangat ingin berhubungan dengan orang lain, namun tidak tahu bagaimana cara mendekati orang tersebut, mereka kurang mampu untuk mentolerir kecemasan yang datang saat berinteraksi dengan sesama manusia.

Beberapa psikolog memetakan dua kecenderungan pada sumbu vertikal dan horizontal, dengan spektrum introver-ekstrovert pada sumbu horizontal, dan spektrum cemas-stabil pada vertikal. Dengan model ini, kita menemukan empat kuadran tipe kepribadian: ekstrovert tenang, cemas (atau impulsif) ekstrovert, introvert tenang, dan introvert cemas.

Bila melihat peta kepribadian disamping, kita akan kembali mengingat empat tipe kepribadian Hippocrates dan Galen yang dikaitkan dengan fungsi cairan tubuh yaitu Darah membuat orang optimis (tenang ekstrover), empedu kuning membuat orang mudah tersinggung (impulsif ekstrover), lendir membuat orang apatis (tenang introvert), dan empedu hitam membuat orang melankolis (introvert cemas.)

Tetapi jika rasa malu dan introvert begitu berbeda, mengapa kita sering menghubungkan dan menyamakan keduanya, terutama di area publik?

Perlu kita sadari ternyata ada bias bersama dalam masyarakat kita terhadap dua sifat atau karakter ini. Sikap mental seseorang pemalu yang duduk diam dalam sebuah pertemuan bisnis mungkin berbeda dengan orang yang introvert. Orang yang pemalu akan begitu takut untuk berbicara, sedangkan orang yang introvert hanya perlu untuk distimulasi maka ia akan berbicara. Tetapi untuk masyarakat awam keduanya tampak sama, dan terhadap kedua orang dengan sifat ini kurang mendapat sambutan yang baik dari masyarakat, karena lingkungan sekolah dan masyarakat menunjukkan bahwa pembicara cepat lebih berkompeten, menyenangkan, dan bahkan lebih pintar dari yang lambat (pemalu dan introvert).

Namun apakah perlu diperdebatkan perbedaan pemalu dan introvert? Sebenarnya malah kedua sifat ini saling memengaruhi satu sama lainnya. Untuk satu hal, beberapa orang dilahirkan dengan “high-reactive” temperamen yang mempengaruhi mereka untuk baik rasa malu dan introvert. Juga, orang yang pemalu mungkin menjadi lebih tertutup dari waktu ke waktu, karena kehidupan sosial menyakitkan, sehingga dia termotivasi untuk menemukan kenikmatan kesendirian dan lingkungan minimal sosial lainnya. Dan introvert yang mungkin menjadi malu setelah terus menerima pesan bahwa ada sesuatu yang salah dengan dirinya.

 I’m shy, paranoid, whatever word you want to use. I hate fame. I’ve done everything I can to avoid it. Johnny Depp

sumber Tulisan:

Are You Shy, Introverted, Both, or Neither by Susan Cain in Quiet: The Power of Introverts

sumber foto:

http://www.shawuniversitymosque.org/

http://bachelora.com/